Fred L. Benu
Secara umum dapat dipahami bahwa usahatani lahan kering identik dengan usahatani minim unsur hara. Sebenarnya keterbatasan unsur hara sendiri terjadi akibat praktek usahatani yang kurang memperhatikan isu konservasi sumberdaya alam yang telah berlangsung dalam jangka panjang. Praktek budidaya yang terkait dengan budaya lahan kering seperti tebas bakar, budidaya pada lahan dengan kemiringan diatas 15% yang menyebabkan terkikisnya unsur hara, budidaya yang kurang memperhatikan sistim rotasi tanaman, budidaya yang didominansi oleh tanaman pangan dll.
Pada satu sisi usahatani lahan kering memerlukan input produksi seperti air, pupuk, pestisida, dan obat-obatan lainnya guna meningkatkan produktivitas dna produksi. Tapi pada sisi yang lain justru pengunaan input produksi khususnya input modern seperti pupuk dan pestisida serta obat-obatan yang tidak tepat malah semakin mendorong terjadinya degradasi sumberdaya alam dan lingkungan. Alasan inilah yang mendorong adanya penggunaan input produksi pada lahan kering yang juga mempertimbangkan konservasi sumberdaya alam dan lingkungan.
Para petani lahan kering biasanya lebih memperhatikan peningkatan produksi lahan kering dalam jangka pendek melalui penggunaan input produksi modern khususnya pupuk dan pestisid. Tapi penggunaan input produksi modern yang masiv tanpa memperhatikan dampaknya yang destruktif malah semakin menekan degradasi sumberdaya alam dalam jangka panjang. Sebenarnya ada banyak pendekatan teknologi yang telah digunakan pada berbagai tipe lahan kering yang dapat meningkatkan produksi dalam jangka pendek tapi sekaligus mendorong perbaikan lingkungan dalam jangka panjang. Sebut saja pendekatan usahatani tanpa pengolahan lahan (no-tillage), usahatani dengan tanaman pelindung yang bersifat permanen (permanen cover crops), sistem rotasi tanaman (crop rotation), dalam jangla pendek semua nya mampu memberikan produksi yang tidak jauh berbeda dengan usahatani konvensional, tapi dalam jangka panjang malah memberikan dampak produksi yang jauh lebih besar. Pendekatan ini dikenal dengan konsep pertanian konservasi. Pendekatan konsep ini berupa aplikasi teknologi pertanian modern untuk meningkatkan produksi melindungi dan memperbaiki sumberdaya lahan dimana produksi sangat tergantung pada sumberdaya yang satu ini.Praktek usahatani tanpa pengolahan lahan (zero tillage) bersama dengan juta hektar lahan praktek konservasi lahan lainnya adalah inti dari konsep pertanian konservasi. Kurang lebih 47 % dari 95 juta hektar usahatani tanpa pengolahan lahan dipraktekan di Amerika selatan, 35 % di Amerika utara, 9% di Australia dan 3.9 % di Eropa, Asia dan Afrika (Dumanski,at al, 2006).
Pertanian konservasi (concervative Agriculture-CA) adalah pendekatan usahatani yang dapat dipalikasikan pada lahan kering. Pendekatan ini tidak sebagaimana biasanya pendekatan pertanian lahan kering konvensional yang berorientasi peningkatan produksi dengan jalan mengeksplotasi tanah dan sumberfaya agro-ekosistem. Pertanian konservasi lebih menitik beratkan pada optimalisasi hasil dan keuntungan sekaligus menciptakan keseimbangan antara manfaat pertanian,manfaat ekonomi dan manfaat lingkungan. Pendekatan ini mengajarkan bahwa kombinasi manfaat sosial-ekonomi dapat diperoleh dari kombinasi produksi dan perlindungan lingkungan, mencakup pengurangan penggunaan input dan pengurangan biaya tenaga kerja, (Dumanski, et al, 2006). Pertanian konservasi mendorong gangguan minimal terhadap struktur tanah akibat aktivitas pengolahan tanah yang dikenal dengan “zero tillage, juga menawarkan keseimbangan aplikasi input kimiawi, dan mengelola secara tepat seluruh limbah produksi pertanian. Pendekatan ini akan mengurangi polusi air dan lahan, mengurangi erosi tanah, mengurangi ketergantungan pada input eksternal dalam jangka panjang, mendorong upaya pengelolaan lingkungan, meningkatkan kualitas air sekaligus efisiensi penggunaan air, dan mengurangi emisi efek rumah kaca melalui pengurangan penggunaan bahan bakar fosil.
Beri{ut ini disajikan empat fase peningkatan produksi dan keuntungan usahatani yang menggunakan pendekatan pertanian konservasi sebagaimana dijelaskan oleh FAO (2004):
- Fase satu adalah memperbaiki teknik pengolahan tanah: selama fase satu ini tidak terjadi peningkatan produksi pertanian, tetapi terjadi penurunan dalam tenaga kerja, waktu dan penggunaan alat dan mesin pertanian sehingga terjadi penurunn biaya produksi usahatani. Suatu kenaikan dalam penggunaan unsur kimia khususnya untuk mengontrol gulma mungkin diperlukan dalam fase satu ini. Selanjutnya mungkin ada kenaikan dalam pengeluaran usahatani sebagai kompensasi terhadap pengurangan produksi dalam perbandingan dengan pendekatan usahatani yang konvensional.
- Fase dua adalah perbaikan struktur dan kesuburan tanah. Pada fase ini akan terjadi penurunan dalam tenaga kerja, waktu dan penggunaan alat dan mesin pertanian sehingga menurunkan biaya produksi. Pada fase ini mulai terjadi peningkatan hasil produksi dan sekaligus peningkatan pendapatan usahatani.
- Fase tiga adalah diversifikasi pola tanam. Pada fase ini akan terjadi kenaikan hasil dan dengan tren hasil yang lebih stabil. Jelas fase ini akan meningkatkan pendapatan usahatani sekaligus akan memperbaiki kesuburan tanah.
- Fase empat adalah fase dimasa sistem pertanian terintegrasi akan berfungsi secara baik serta terjadi kestrabila produksi dan produktivitas. Manfaat ekonomi dan teknik dari pertanian konservasi semakin dinikmati oleh petani.
Empat Fase Transisi dari penerapan pertanian konservasi. Sumber: FAO, 2004, Conservation of natural resources forsustainable agriculture: training Model, FAO land and Water Digital Media Series CD-ROM 27, FAO, Rome.
Menurut FAO (2007), pertanian konservasi mengajarkan kepada petani berbagai pendekatan praktis usahatani yang memperhatikan kelestariqn lingkunga. Tapi secara umum pendekatan CA memiliki tiga prinsip yang saling berhubungan satu dengan yang lain yang dapat diaplikasikan dalam berbagai kombinasi guna memenuhi kebutuhan sumberdaya bagi petani yaitu:
- Penggunaan secara minimum mekanisasi yang mengganggu struktur tanah
- Penutupan tanah secara organik dan bersifat permanen, dan
- Rotasi dan diversifikasi tanaman antara tanaman semusim maupun tanaman keras
Menurut FAO, pertanian konservasi lebih dari sekedar sistem pertanaman tanpa pengolahan tanah. Pertanian konservasi menghendari petani untuk mengikuti prinsip penggunaan peralatan mekanisasi dengan biaya minimum serta penggunaan varietas tanaman tradisional tanpa herbisida atau bahkan penggunaan varietas tanaman yang toleran terhadap herbisida.
Referensi:
Dumanski, J., Peiretti, R., Benites, J.R., Mcgarry, D., and Pieri, C. (2006). The Paradigm of Conservation Agriculture. Proceedings of World Association of Soil and water Conservation paper No. P1-7
FAO (2007). Conservation Agriculture, conserving Resources above-and below-the ground. Diakses pada tanggal ….. dari: www.fao.org/ag/ca.
FAO (2004). Economic Aspects of Conservation Agriculture. Agriculture and Consumer Protection Department. Diakses dpada tanggal …. Dari: www.fao.org/ag/ca
Pengutipan:
Benu, F.L. (2010) Bagaimanakah Sebaiknya Pendekatan Usahatani Lahan Kering yang Ramah lingkungan? Dialektika Lahan Kering. Diakses pada (isi tanggal, bulan, tahun) dari: www.drylandcare.blogspot.com.
; 0 komentar:
Post a Comment
Silahkan memberikan komnetar maupun masukan untuk memperbaiki tayangan blog ini pada waktu-waktu mendatang